Kamis, 11 Oktober 2012

Kunjungan Mgr. John Liku-Ada', Pr di Bumi Manakarra

 
Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar Mgr. John Liku-Ada’, Pr, maka pada tanggal 24 September 2012, beliau tiba di Gereja Katolik St. Mikael Tobadak III. Dalam agenda acara tersebut, diadakan acara tatap muka dengan segenap umat di Tobadak. Dalam acara tatap muka tersebut, dibahas masalah rencana persiapan Wilayah Tobadak untuk menjadi sebuah Paroki. Dalam dialog, Mgr. John Liku-Ada, Pr mempertanyakan sudah sejauh mana langkah-langkah yang telah diambil untuk rencana tersebut. Oleh Wakil Ketua Depas Paroki St. Maria-Mamuju dijelaskan bahwa dewan Pastoral Paroki telah membentuk tim 11 yang diketua oleh P. John Gratias Pakulayuk, Pr untuk menghimpun data-data yang diperlukan dan merancang Proposal rencana Pembentukan Paroki Persiapan Tobadak. Namun karena saat ini P. John Gratias sendiri sedang dalam pemulihan kesehatan pasca operasi akibat kecelakaan kerja di Tobadak III, maka beberapa hal sedikit agak tertunda. Namun sampai saat ini data-data telah dirampungkan dan sudah menuju pada tahap penyusunan Proposal.
Pada hari kedua, tanggal 25 September 2012 diadakan misa penerimaan Krisma untuk Wilayah Tobadak dengan jumlah Krismawan-Krismawati sebanyak 58 orang. Seusai misa Penerimaan Krisma, dilanjutkan dengan acara ramah tamah dengan seluruh umat di Wilayah Tobadak. Sesuai rencana bahwa Yang Mulia Bapak Uskup sedianya akan tinggal di Tobadak hingga tanggal 26 September 2012, namun karena kondisi kesehatan Beliau agak menurun pasca kunjungannya dari Sarudu, Paroki Baras, maka siang itu juga Mgr. John Liku-Ada, Pr didampingi oleh Vikep Sulbar P. Martinus Pasomba, Pr langsung bertolak ke Mamuju bersama dengan P. Oktovianus Tandilolo, Pr (Pastor Kapelan dari Paroki Messawa) yang kebetulan di minta untuk membantu Paroki Mamuju dalam persiapan Penerimaan Krisma berhubung karena Pastor Paroki dan Pastor Kapelan keduanya dalam proses pemulihan kesehatan.
Tepat pukul 17.40 Wita, Mgr. John Liku-Ada’, Pr tiba di Mamuju bersama rombongan dan disambut oleh umat yang telah menunggu sejak pukul 16.00 Wita. Setibanya di Mamuju, Mgr. John Liku-Ada’, Pr rehat sejenak untuk menikmati suguhan minuman dan makanan rigan yang telah disiapkan oleh ibu-ibu KIK. Setelah rehat sejenak, beliau langsung istirahat untuk memulihkan kondisinya yang sudah sedikit menurun.
Hari kedua di Mamuju, tanggal 26 September 2012 bersama Vikep dan beberapa orang perwakilan dari Depas melakukan peninjauan lokasi di Kelapa Tujuh yang beberapa bulan lalu di beli oleh Keuskupan. Pada sore harinya, sebagaimana jadwal bahwa akan dilakukan kunjungan silaturahmi dengan Gubernur Sulawesi Barat, namun rencana tersebut batal karena Gubernur sangat sibuk karena saat itu bertepatan dengan Perinngatan Hari Ulang Tahun Provinsi Sulawesi Barat yang ke-8. Akhirnya oleh Bpk. Nicolas Torano (salah satu umat yang kebetulan menjabat sebagai Plt. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Barat) kemudian melakukan koordinasi dengan pihak protokoler Gubernur untuk mengatur jadwal ulang agar Bapak Uskup dapat bertemu dengan Gubernur.
Tanggal 27 September 2012, diadakan Misa penerimaan Krisma untuk wilayah Mamuju dan Tommo dengan jumlah Krismawan-Krismawati sebanyak 35 orang. Dalam khotbanya, Mgr. John Liku-Ada’, Pr mengungkapkan bahwa seringkali orang muda dalam perjalanan hidupnya salah melangkah dan salah memilih jalan yang tepat. Hal itu diungkapkan lewat cerita tentang seorang anak muda yang baru saja meninggal dan dihadapkan pada pengadilan terakhir dan dipersilahkan untuk memilih masuk surga atau masuk neraka. Petrus sebagai pemegang kunci kerajaan surga mempersilahkan anak muda tersebut untuk berkeliling melihat situasi di neraka dan di surga agar dia dapat memilih dimana dia harus tinggal. Ketika memasuki gerbang neraka, anak muda tersebut melihat kehidupan yang sungguh menggembirakan. Segala kehidupan hura-hura yang didambakan oleh kawula muda ada di sana. Sesudah itu kemudian ia melihat kehidupan di surga. Ketika memasuki gerbang surga, ia melihat kehidupan yang begitu tenang, tidak ada kemewahan dan orang-orang hidup dalam suasana doa. Yang didengarkan hanyalah untaian-untaian doa Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan dan sebagainya. Kehidupan yang sungguh membosankan. Akhirnya pada sore harinya anak muda tersebut menghadap Petrus dan menyampaikan bahwa ia memilih untuk tinggal di neraka.
Keesokan harinya, anak muda tersebut lalu menuju ke neraka untuk memulai kehidupan barunya. Sesampainya di gerbang neraka, ia melihat kehidupan yang jauh dari yang di harapkan. Di sana terdapat api yang menyala-nyala serta ratapan dan kertakan gigi dari seluruh penghuni neraka. Anak muda tersebut kemudian menghadap kepala penjaga neraka dan mulai protes “mengapa kehidupan di neraka tidak seperti kemarin yang dilihat penuh dengan kegembiraan dan hura-hura”. Lalu sambil tertawa terbahak-bahak kepala penjaga neraka mengatakan “Hahahaha……….., kemarin adalah hari terakhir promosi kami untuk mengundang teman-teman masuk neraka”. Pesan dari cerita Bapak Uskup untuk mengingatkan kepada para Krismawan-Krismawati agar lebih dewasa dalam memilih jalan hidup sehingga tidak jatuh kedalam jurang. Sakramen Krisma adalah Sakramen Penguatan Roh Kudus, agar semua yang menerimanya dapat diterangi oleh Roh Kudus sehingga makin dewasa dalam Iman. Seusai Misa Krisma, dilanjutkan dengan acara ramah-tamah dengan seluruh umat yang hadir dalam Misa syukur tersebut.
Foto Bersama Usai Misa Krisma
Pada sore harinya, dilanjutkan dengan acara silaturahmi ke Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Barat yang sempat tertunda sehari sebelumnya. Dalam percakapan dengan Gubernur Sulawesi Barat, Bapak Uskup menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Sulawesi Barat atas prestasi pembangunan khusunya infrastruktur yang telah dicapai sejak masa kepemimpinanannya hingga saat ini. Lebih lanjut dibahas mengenai rencana pengembangan jalan akses Mamuju-Mamasa melalui Mambi-Aralle yang saat ini sedang dikerjakan. Bahkan jalan akses Mamasa-Toraja yang juga saat ini sedang diupayakan dan menurut Gubernur bahwa jika berjalan sesuai rencana, maka pada tahun 2014 nanati jalan tersebut sudah dapat dilalui kendaraan roda 4. Dalam sela-sela perbincangan, Bapak Uskup secara lisan menyampaikan rencana kegiatan peresmian tempat ziarah Bukit Pena Mamasa yang direncanakan pada tanggal 27 Oktober mendatang, sekaligus mengundang Bapak Gubernur untuk berkenan hadir dalam acara tersebut. Atas undangan Bapak Uskup, Gubernur Sulawesi Barat berjanji akan menyempatkan waktu untuk menghadiri acara tersebut.
Sekembalinya dari kediaman Gubernus Sulawesi Barat, pada malam harinya dilanjutkan dengan acara tatap muka bersama dengan umat di Paroki Mamuju. Pada pembukaan acara didahului dengan penjelasan singkat Bapak Uskup mengenai hasil Sinode Keuskupan Agung Makassar yang telah merumuskan Visi, Misi dan Rencana Strategis Keuskupan Agung Makassar kedepan. Seusai pemaparan Bapak Uskup, sejumlah umat menanggapi dan menyarankan agar hasil Sidang Sinode Keuskupan Agung Makassar perlu dikawal dengan tim terpadu agar dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pada kesempatan lain, beberapa umat mempertanyakan soal sekolah-sekolah Katolik yang pada masa sekarang ini sudah mengalami penurunan baik dari segi mutu maupun pelayanannya. Terkadang banyak umat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik namun terkendala dengan persyaratan-persyaratan dan biaya yang terlalu mahal namun tidak dibarengi dengan mutu pendidikan. Lebih lanjut disarankan agar kedepan perlu untuk memikirkan pengembangan sekolah-sekolah Katolik di Sulawesi Barat, khusunya Mamuju yang saat ini menjadi Ibu Kota Provinsi.
Pada pertanyaan berikutnya, Bapak Patrik Galampo (Sekretaris Panitia Pembangunan Gereja Pusat Paroki) mempertenyakan soal penundaan peletakan batu pertama Pembangunan Gereja Pusat Paroki akibat rencana kedatangan Suster-Suster dari Surabaya yang akan berkarya di Mamuju. Lebih lanjut dikatakan bahwa jika rencana kedatangan Suster dari Surabaya ingin berkarya di Mamuju, tidaklah relevan untuk rencana Pembangunan Gereja di Pusat Paroki Mamuju mengingat bahwa Pembangunan Gereja Pusat Paroki adalah karya umat sedangkan rencana kedatangan para Suster dari Surabaya adalah karya Suster itu sendiri. Untuk saat ini, Paroki Mamuju hanya mampu menyediakan tempat sementara yakni Asrama yang sampai saat ini belum berjalan sesuai peruntukannya.
Dari beberapa pertanyaan dan pernyataan umat di Paroki Mamuju, Mgr. John Liku-Ada’, Pr memberikan beberapa tanggapan antara lain :

  1. Mengenai hasil sidang Sinode Keuskupan Agung Makassar, telah dibentuk Tim Tindak Lanjut yang akan mengawal proses pelaksanaan hasil sidang Sinode tersebut. Namun yang terpentung adalah informasi hasil Sidang Sinode Keuskupan Agung Makassar haruslah disebarluaskan ke seluruh umat, karena umatlah yang akan menjadi pelaksana sekaligus menjadi pengawal demi tercapainya seluruh Visi, Misi dan Rencana Stragegis yang telah ditetapkan.
  2. Masalah pendidikan Katolik, memang diakui bahwa pada masa sekarang ini banyak sekolah-sekolah Katolik yang mengalami penurunan mutu pendidikan. Mungkin saja selama ini Sekolah-Sekolah Katolik yang dulu dikenal karena mutu menjadi terlena sehingga tidak memikirkan untuk melakukan terobosan-terobosan untuk pengembangan diri. Sedangkan sekolah-sekolah lain, khusunya sekolah Negeri mulai membenahi diri dengan mengembangkan mutu pendidikannya sehingga semakin berkembang dan maju sedangkan sekolah-sekolah Katolik tetap jalan di tempat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa sekolah Katolik yang ada masih dapat diperhitungkan walaupun dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi.
  3. Mengenai rencana kedatangan Suster dari Surabaya untuk berkarya di Mamuju, perlu difikirkan untuk diprioritaskan. Hal ini dimaksudkan untuk pengembangan Yayasan Pendidikan Katolik di Sulawesi Barat dan di Mamuju pada khusunya. Terlebih lagi bahwa pimpinan para Suster dari Surabaya tersebut tinggal menunggu persetujuan dari pihak Keuskupan, dan Paroki Mamuju pada khusunya untuk rencana kedatangan mereka. Menurut Bapak Uskup bahwa kesempatan ini tidak boleh disia-siakan mengingat sudah banyak Suster-Suster yang datang di Mamuju namun belum ada yang melakukan rencana-rencana konkrit.
  4. Untuk rencana pembangunan Gereja Pusat Paroki Mamuju, perlu difikirkan secara matang dan dibuatkan master plan. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan dalam lokasi gedung gereja dapat ditata sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan seluruh lokasi yang ada mengingat Gereja Katolik Santa Maria merupakan Pusat Paroki sekaligus menjadi Pusat Kevikepan Sulawesi Barat. Oleh Karen itu, rencana peletakan batu pertama yang sedianya akan dilakukan pada tanggal 27 september 2012 untuk sementara ditunda dan akan dibicarakan lebih lanjut di tingkat Keuskupan. Pada intinya bahwa Bapak Uskup tidak menolak rencana Paroki Mamuju untuk membangun gedung Gereja yang baru namun perlu direncanakan secara matang agar hasilnya jauh lebih baik untuk rencana jangka panjang kedepan.
Dari penjelasan Bapak Uskup, Bapak Andarias Linopadang (Wakil Ketua Depas bidang Pewartaan dan Sarana-Prasarana) menjelaskan bahwa master plan untuk seluruh pembangunan dalam lokasi Gereja Katolik Santa Maria telah dibuat dan telah dikonsultasikan dengan BP3 KAMS, bahkan perwakilan BP3 KAMS (Pastor Stef Tarigan dan Pator John da Cunha) sudah pernah berkunjung dan meninjau lokasi untuk pembangunan dan proposal serta master plan telah diserahkan ke BP3 KAMS. Dari hasil penjelasan Bapak Andarias, Bapak Uskup menyampaikan bahwa segala rencana untuk pengembangan dan pembangunan di Paroki Mamuju akan dibicarakan lebih lanjut. Hanya soal waktu saja yang belum tepat sehingga rencana Peletakan Batu Pertama Pembangunan gedung Gereja Pusat Paroki Mamuju saat ini belum bisa direalisasikan. Penyampaian Bapak Uskup tersebut sekaligus menjadi penutu dari diskusi dalam acara tatap muka bersama dengan umat di Paroki Mamuju.
Hari berikutnya, tanggal 28 september 2012 Mgr. John Liku-Ada’, Pr didampingi Vikep Sulbar (Pastor Martinus Pasomba, Pr) melanjutkan perjalanan kunjunngannya di Kevikepan Sulbar menuju Paroki St. Fransiskus Xaverius Messawa. Selamat jalan Bapak Uskup, semoga tiba dengan selamat di tempat tujuan untuk melanjutkan karya pelayanan di Kevikepan Sulbar. Segenap Pengurus Dewan Pastoral Paroki dan seluruh umat mengucapkan limpah terima kasih atas kunjungan Sang Gembala di bumi Manakarra dalam mempersembahkan kurban Misa, khsusnya dalam penerimaan Sakramen Penguatan Kudus bagi 93 umat di Paroki St. Maria Mamuju. Teriring doa dan harapan untuk kunjungan-kunjugan Yang Mulia Bapak Uskup selanjutnya khusunya dalam rencana Peletakan Batu Pertama Pembanguan Gedung Geraja Pusat Paroki Mamuju yang Masih tertunda.
Editing by. : Admin


Rabu, 10 Oktober 2012

Sejarah Singkat Paroki Mamuju


A.     Sejarah Pendirian
Riwayat Gereja Katolik di Kabupaten Mamuju bermula ketika sekitar tahun 1976 umat Katolik mulai melakukan Ibadah di rumah-rumah yang diawali dengan 7 kepala keluarga antara lain :
1.      Alm. Petrus Iwawo (Warung Makan Tunggal)
2.      Dianto (Pegawai Dinas Kesehatan)
3.      Frans (Toko Anda)
4.      Matheus Ande’ (Pegawai BRI Cab. Mamuju)
5.      Paulus Iwawo
6.      dr. Petrus Te’dang (Dokter RSUD Mamuju)
7.      Salah satu Pegawai Kantor Pajak Mamuju.
Pada mulanya Ibadah dilakukan di rumah  Alm. Petus Iwawo (Rumah Makan Tunggal). Pada sekitar tahun 1979 atas inisiatif beberapa orang, kemudian membeli sebidang tanah yang rencananya untuk lokasi pembangunan gereja. Pada tahun 1980 umat mulai bertambah satu per satu, dan kemudian ibadah dilakukan dari rumah ke rumah antara lain rumah Bpk. Mayor Daniel Lembang di Asrama Kodim Mamuju, dan sejak saat itu pula mulai sering dilayani oleh seorang Pastor Tentara dari Kodam VII Wirabuana yang bernama P. Leo Blot, CICM.
Pada tahun 1980, tanah gereja yang dibeli kemudian disertifikatkan atas nama dr. Petrus Te’dang untuk memudahkan balik nama dan pengurusan surat-surat. Pada saat pengurusan tersebut, tidak akan dilayani dari pemerintah kalau tidak memiliki stempel, maka atas inisiatif Bpk. Matheus Ande’ akhirnya mencari gambar yang cocok yang kemudian menemukan sebuah gambar Rosario di dalam sebuah buku nyanyian. Akhirnya gambar tersebut dibuat menjadi stempel gereja dan akhirnya gereja Mamuju diberi nama Gereja Katolik Santa Maria.
Tahun 1982, ibadah kemudian dilakukan di rumah Bpk. Matheus Ande’.Pada tahun 1983 Mamuju kemudian dilayani oleh Pastor J. van Hersel dari Paroki Polewali dan ditetapkan menjadi satu Stasi dengan jumlah umat ± 10 KK.
Dalam tahun 1984, umat kemudian mulai mengumpulkan kayu. Tahun 1985 Pengantar Daniel Roge, seorang mantan seminaris yang pegawai PU mulai mengusahakan penggalian lobang untuk fundamen tiang pastoran. Pada tanggal 21 April 1985 pastoran yang berbentuk rumah Bugis sudah dapat didiami, sedangkankan kolongnya dipakai sebagai gedung gereja.
Pada pertengahan bulan Desember 1989 Pastor Jan van Hersel mendapat berita bahwa Pastor Yohan Direckx ditempatkan di Polewali dan beliau sendiri diangkat pula untuk Mamuju. Sebelum pindah ke Mamuju Pastor Jan van Hersel melakukan pesiar ke Irian Jaya sebagai hadiah atas peringatan panca windu imamatnya.
Sekembalinya dari Irian Jaya, beliau berpisah dengan Dewan Gereja di Polewali kemudian mengemasi barang-barangnya dan berangkat ke Mamuju untuk menetap di sebuah rumah panggung yang dijadikan Pastoran sekaligus gedung Gereja. Kolong rumah itu dijadikan sebagai gedung Gereja dan lantai atas sebagai tempat untuk Pastoran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Paroki Mamuju resmi menjadi sebuah Paroki  pada sekitar akhir tahun 1989 atau Januari 1990, dengan wilayah pelayanan sampai ke Baras – Pasangkayu (saat ini disebut Kabupaten Mamuju Utara). Menurut informasi bahwa ketika resmi diangkat sebagai Pusat Paroki umat Katolik di Mamuju berjumlah ± 20 KK. Setelah Mamuju resmi menjadi Paroki, Pastor Jan van Hersel ingin memberi  nama Paroki sebagaimana pelindung Stella Maris namun ketika diperlihatkan stempel stasi yang sudah ada, akhirnya Pastor Jan menetapkan untuk tetap menggunakan nama Santa Maria.
Dalam bulan Juli 1991 Pastor Jan van Hersel mengambil cuti dan Pastor Yulianus Liling Sipata, Pr ditempatkan sebagai Pastor Bantu di Polewali dengan tugas khusus melayani jemaat-jemaat di Mamuju. Sekembalinya dari cuti, pada bulan Februari 1992 Pastor Jan kembali ke Mamuju lalu Pastor Yulianus Liling Sipata ditugaskan ke Agats di Irian Jaya. Dalam Tahun 1992 Dewan Paroki Mamuju sedang mengurus izin untuk membangun sebuah gedung gereja yang baru.

B.     Daerah Transmigrasi
Secara berkala Pastor Jan melayani transmigrasi-transmigrasi yakni daerah Toabo, Budong-Budong, Baras (I,II,III,IV), Balanti, Bambaloka, Tommo, Kuo dan Tarailu. Hampir setiap tahun ada tambahan satu – dua desa transmigrasi yang rata-rata ada 500 keluarga, kebanyakan asalanya dari Jawa dan Bali, tetapi juga sedikit-sedikit ada dari NTT, Flores dan Timor. Dalam tahun 1992 seluruhnya sudah ada kira-kira 200 keluarga Katolik.
Di Pasangkayu tempat ada sejumlah orang Bali yang Katolik, akan dibangun sebuah gedung Gereja ekumene yang besar dan indah dengan rumah dinas untuk Pastor dan Pendeta. Dalam Tahun 1992 Pastor Jan sudah mempersembahkan Misa di gedung Gereja Ekumene yang bentuknya hamper menyerupai mesjid. Di Budong-Budong, perusahaan karet ada sebuah desa yang dihuni oleh kira-kira 100 keluarga Flores dan dalam tahun 1992 mereka sendiri telah membangun sebuah pastoran. Di Toabo sendiri pada tahun yang sama membangun gereja yang baru.
Di daerah Tobada II ada keluarga Toraja yang Katolik, dan di daerah Tobada IV ada tambahan 60 keluarga Toraja Katolik dari Paroki Messawa. Di daerah Karossa ada 50 keluarga Toraja, di antaranya terdapat 10 KK yang Katolik.
Dalam Tahun 1992, di daerah Baras III orang Katolik mulai khawatir jangan-jangan muncul perselisihan dengan orang Protestan karena menggunakan bangunan gereja yang sama, akhirnya mereka berusaha untuk membangun gedung geeja sendiri. Di Baras IV, juga terjadi penambahan sekitar 40 KK dari Flores yang sebelumnya sudah ada 50 KK.
Pada bulan Maret 1992, Pastor Yulianus Liling Sipata kembali dari Irian Jaya dan akhirnya menetap di Mamuju bersama dengan Pastor Jan van Hersel. Akhirnya pada akhir bulan April 1992, Pastor Jan mendapat surat dari Keuskupan bahwa Pasangkayu dijadikan paroki baru dan dia sendiri menjadi Pastor parokinya yang pertama, dengan pusat paroki berada di Baras III dan pelayanannya sampai di Karossa.

C.     Perjalanan Paroki Mamuju Sampai Sekarang
Melihat kondisi bangunan gereja yang sekaligus rumah pastoran, umat Paroki Mamuju kemudian mulai merancang untuk mengganti gedung gereja lama dengan sebuah bangunan gereja yang permanen. Walaupun dalam proses pengurusan izin pendirian gereja menemui beberapa kesulitan(± 5 tahun baru dapat memperoleh izin), namun akhirnya pada tahun 1994 pembangunan gedung gereja sudah mulai dilaksanakan dan pada tahun 1996 gedung gereja yang baru tersebut diberkati oleh Uskup Agung Makassar Mgr. Johanes Liku Ada’, sedangkan gedung gereja lama tetap dijadikan sebagai rumah pastoran. Dalam pemberkatan gedung gereja Katolik Paroki Santa Maria Mamuju itu, turut pula diundang Pastor Jan van Hersel yang kemudian menjadi kunjungannya yang terakhir kali di Paroki Mamuju sebelum beliau meninggal dalam tahun yang sama.
Dalam perjalanan waktu, umat Paroki Mamuju semakin bertambah, baik di pusat paroki maupun di stasi-stasi. Saat ini Paroki Santa Maria Mamuju dalam Wilayah pelayanannya mencakup ± 35 Stasi dan 3 rukun di pusat paroki dengan jumlah umat sekitar 967 dan 3.798 jiwa. Di pusat Paroki sendiri saat ini terdiri dari 140 KK dengan jumlah jiwa ± 580 jiwa.

Sumber data :
1.      Hasil wawancara dengan Bpk. Matheus Ande’
2.      Buku Gereja Katolik di Toraja Barat, Karya G. van Schie, CICM